Ada yang mengatakan, bahwa ia menulis
apa saja yang ada di kepalanya sebagai bentuk kebebasan yang ia memiliki untuk
mengekspresikan dirinya dalam tulisan.
“Saya bebas menulis apa saja yang saya bisa dan mau! Masa bodoh penilaian orang lain!” Demikian tegas seorang kawan.
“Saya bebas menulis apa saja yang saya bisa dan mau! Masa bodoh penilaian orang lain!” Demikian tegas seorang kawan.
Memang tidak salah bahwa setiap orang memiliki
kebebasan untuk menulis apa saja yang ada diisi kepalanya. Tetapi menurut saya
pernyataan demikian kurang tepat, karena lebih mengedepankan keegoisan yang
menjurus arogan. Hanya mau menghargai kebebasan sendiri, tetapi tidak mau
menghargai kebebasan orang lain.
Kita bisa menulis apa saja yang kita mau untuk
mengekspresikan diri, kalau itu hanya untuk dinikmati sendiri saja. Tetapi
ketika diterbitkan di ruang publik, tentu hal itu tidak bisa kita lakukan lagi.
Dimana terdapat manusia berbagai ras, suku, agama, dan golongan.
Setiap orang memang memiliki kebebasan, tetapi jangan
lupa, kebebasan yang kita miliki tidak bisa sebebasnya digunakan. Karena
kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki orang lain, sehingga tentu
kita tidak bisa sebebasnya mengekspresikan diri.
Kebebasan yang kita miliki juga dibatasi
oleh etika dan sopan santun yang berlaku di masyarakat.
Sebagai seorang penulis seharusnya kita juga mau memahami hal ini, tidak boleh merasa tidak perlu peduli.
Sebagai seorang penulis seharusnya kita juga mau memahami hal ini, tidak boleh merasa tidak perlu peduli.
Maaf ini hanyalah pemahaman saya yang masih hijau
dalam dunia kepenulisan. Kalau para sahabat mempunyai pemahaman lain, tentu
sah-sah saja dan saya tidak berani mengusik.
Saya bukanlah penulis besar atau penulis
berpengalaman yang telah menghasilkan buku sebagai kebanggaan seorang penulis.
Tetapi hanya mencoba sedikit bertebal muka untuk membagikan pengalaman dalam
hal menulis. Kalau dinilai sok pintar juga, saya cukup mengelus dada.
Bagi saya, menulis itu bukan sekadar menulis. Apa yang mau ditulis, segera dituliskan saja yang penting jadi tulisan.
Ada ide-ide yang terpaksa hanya untuk ditulis jadi konsumsi pribadi atau hanya dibiarkan tersimpan di dalam kepala.
Bagi saya, menulis itu bukan sekadar menulis. Apa yang mau ditulis, segera dituliskan saja yang penting jadi tulisan.
Ada ide-ide yang terpaksa hanya untuk ditulis jadi konsumsi pribadi atau hanya dibiarkan tersimpan di dalam kepala.
Ketika hendak menulis, sebelumnya ada beberapa hal
yang selalu saya perhatikan.
1.
Apakah yang tulisan yang akan saya tulis ada memberikan manfaat?
Manfaatnya antara lain memberikan
pencerahan, membangkitkan pemikiran, menjadi bahan renungan atau minimal
menghibur.
Karena tak jarang tulisan kita justru menimbulkan pertentangan dan kericuhan yang tiada membawa manfaat.
Karena tak jarang tulisan kita justru menimbulkan pertentangan dan kericuhan yang tiada membawa manfaat.
2.
Apakah yang akan saya tulis dapat menyakiti atau menyinggung perasaan orang
lain?
Seperti kita tahu, yang namanya di ruang
publik pasti terdapat berbagai ras, agama, suku, dan golongan.
Ketika hendak menulis hal ini penting menjadi perhatian.
Ketika hendak menulis hal ini penting menjadi perhatian.
3.
Adakah yang hendak saya tulis semata-mata untuk menonjolkan diri atau sebagai
bahan pembelajaran?
Tanpa sadar, seringkali dalam kerendahan
hati kita menuliskan pengalaman hidup, ternyata ada kesombongan yang
tersembunyi.
Ditulisan bernama rendah hati, tetapi di hati sombongnya setengah mati.
Ditulisan bernama rendah hati, tetapi di hati sombongnya setengah mati.
Dengan demikian, bukannya semakin membuat kita rendah
hati, tetapi justru semakin tinggi hati. Bahayanya, itu terjadi tanpa kita
sadari.
4.
Adakah dengan menulis semakin membesarkan keegoan saya?
Hati-hatilah ketika menulis dengan
selalu menuliskan kelebihan dan kebaikan yang kita miliki kalau itu bertujuan
untuk membanggakan diri.
Akhirnya yang terjadi adalah mencari popularitas dan sanjungan.
Akhirnya yang terjadi adalah mencari popularitas dan sanjungan.
5.
Apakah ketika saya menulis kritikan atau bernada sindiran karena kebencian atau
demi kebaikan?
dengan Memang adakalanya kita tertarik untuk menulis
kritikan kepada pihak tertentu. Menurut saya silakan saja asal berniat dan
tujuannya demi kebaikan bukan karena ingin mengungkapkan rasa benci.
Berharap dengan kritikan yang kita tulis
dapat menjadikan keadaan atau seseorang menjadi lebih baik tentu ada gunanya.
Saya merasakan seringkali kritikan lebih ampuh daripada nasehat, karena kritikan lebih cepat membangkitkan kesadaran untuk menyadari kesalahan.
Saya merasakan seringkali kritikan lebih ampuh daripada nasehat, karena kritikan lebih cepat membangkitkan kesadaran untuk menyadari kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar